Senin, 30 Agustus 2010

Printer portable PrintStik dengan kertas fax

Dua tahun lalu ketika sedang menyiapkan bahan sharing session guru, secara kebetulan melihat video tentang printer portable menggunakan thermal (tanpa tinta) bernama PrintStik di YouTube, tetapi baru tahun ini saya berkesempatan mencoba printer tersebut.

Sampai minggu lalu saya belum menemukan informasi bagaimana cara mengubah mesin fax menjadi printer, sehingga ketika mesin fax tersebut disambungkan ke komputer maka dapat menjadi alternatif printer. Mencetak menggunakan mesin fax memiliki keuntungan yaitu:
  1. Tidak akan kehabisan tinta, karena menggunakan sistem panas (thermal)
  2. Kertas fax tersedia di toko-toko buku atau yang menjual alat perkantoran dalam bentuk gulungan (roll) sehingga praktis untuk dibawa (dibandingkan membawa satu rim kertas A4)
Tetapi mencetak dengan menggunakan mesin fax memiliki kekurangan yaitu kertas akan memudar dan tulisannnya dapat menghilang setelah beberapa waktu (belum dicari tahu waktu menghilangnya, mungkin setelah 1 tahun? tentu saja secara berangsur-angsur, tidak langsung menghilang begitu saja), dan waktu cetaknya lebih lama dari pada printer biasa.

Nah, karena saya belum menemukan cara mengubah mesin fax biasa menjadi printer itulah, maka saya berkeinginan mencoba printer yang menggunakan teknologi thermal seperti mesin fax. Ada dua printer yang saya tahu menggunakan metode ini dan bentuknya portable sehingga sangat mudah untuk dibawa, yaitu Brother PocketJet dan PlanOn PrintStik 900 series. Kalau membandingkan info di websitenya masing-masing; PrintStik lebih murah, menggunakan battere Lithium, dan sudah ada Bluetooth (http://www.planon.com/products/printstik); sementara PocketJet menggunakan battere Nimh dan komponen Bluetooth harus dibeli terpisah (http://www.brother-usa.com/mobile/mobile-Printers.aspx).

Saya membeli satu roll kerts fax merk Oji untuk menguji bagaimana hasil cetaknya menggunakan PrintStik, ternyata kertas bawaan dari PrintStik masih lebih baik, kertas bawaan PrintStik ini berwarna lebih putih dan lebih tipis, saya masih perlu membandingkannya dengan beberapa merk kertas fax yang ada di pasaran, apakah ada yang kualitasnya menyamai kertas bawaan PrintStik.

Mengapa mencari kertas pengganti untuk PrintStik penting? Karena PrintStik belum dijual secara resmi di Indonesia, dan kalau mau beli kertas bawaannya harus di distributornya di luar negeri, lebih mahal pula harga kertasnya dan belum ongkos kirimnya. Karena harga kertas bawaannya mahal ($23 untuk 6 roll x 20 lembar kertas = 120 lembar kertas), maka walau dijual di Indonesia pun, saya sepertinya kurang berminat untuk membelinya ;p

Saya cetak satu file PDF ukuran A4 menggunakan PrintStik, berikut gambar file dalam ukuran kecilnya :


Berikut pembesaran file asli yang di cetak tersebut :


Berikut adalah hasil cetak menggunakan kertas bawaan PrintStik, terlihat warna hitamnya jelas seperti hasil cetakan tinta dot matrix :


Berikut adalah hasil cetak menggunakan kertas fax merk Oji, terlihat warna hitamnya belang-belang (hitam dan putih) :

Untuk mencetak gambar di atas dibutuhkan waktu sbb:
High resolution: 6 menit 20 detik <-- contoh-contoh di atas di print dengan High resolution
Normal resolution: 3 menit 9 detik

Mencetak menggunakan mode Normal resolution kurang dianjurkan dengan PrintStik karena hasilnya kurang begitu jelas. Apalagi menggunakan mode Draft, amat sangat tidak direkomendasikan karena hasilnya tidak terbaca.

Jadi pe-er saya berikutnya adalah mencari kertas fax lain yang bisa menyamai hasil kertas bawaan PrintStik, semoga tersedia ;) Akan saya update ke sini apabila sudah mencoba..

Minggu, 01 Agustus 2010

Kuliah S2 Universitas Terbuka

Belakangan ini ngutak-ngatik Moodle, baca-baca tentang elearning dan mlearning (mobile learning), kemudian terpikir apakah ada kuliah S2 di Universitas Terbuka (UT), eh dicari ternyata memang ada yaaa, saya aja yang ketinggalan info hehe.

Pikir pikir saya itu rasanya ga akan bisa ngambil S2 karena tidak sanggup belajar kudu dateng ke kelas lama-lama, selama dua tahun harus belajar di kelas seperti itu rasanya akan membosankan, plus pengalaman SMA dan S1 saya yang memang ga kuat belajar secara disiplin dan formal. Tetapi kalau pakai sistem universitas terbuka rasanya menarik. Tidak perlu harus tiap sesi datang kuliah jadi bisa tetap luangkan waktu buat keluarga (satu semester biasanya ada 8 pertemuan tatap muka, biasanya di hari sabtu atau minggu, jadi kalo mau tanya dosen secara tatap muka tetap bisa dilakukan), kita dapat buku yang dibuat tim dosen UT (katanya kualitas buku sudah diakui), UT ternyata sudah dapat pengakuan internasional untuk sistem pembelajaran jarak jauh yang diterapkannya, tahun 2008-2010 terpilih sebagai pemimpin organisasi pembelajaran jarak jauh di Asia (kayaknya ada organisasi itu di dunia ini), sudah memiliki beberapa sertifikasi ISO, merupakan 1 dari 7 Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia yang masuk kategori World Class, beberapa orang yang lulusan UT (gak tahu S1 atau S2 nya) adalah Ibu Negara istri SBY dan Wiranto.

Jurusan S2 di UT ada Magister Manajemen, Manajemen Perikanan, dan Manajemen Administrasi Publik, biaya kuliah per semesternya kira-kira 6 juta sudah include biaya paket bahan ajar, tutorial, biaya ujian dan konseling, maupun praktisi manajemen. Pendaftaran di buka di bulan April-Mei dan di bulan Nopember-Desember.

Kekurangan kuliah di UT adalah tidak cocok untuk orang yang lebih senang belajarnya dicekokin oleh dosen, UT hanya cocok untuk orang yang mau belajar secara mandiri. Ada cara untuk pembelajaran seperti ini yaitu menggunakan metode M.U.R.D.E.R (Mood Understand Recall Digest Expand Review) yang cocok untuk cara belajar jarak jauh di UT, plus ditambah metode mindmap seperti menggunakan aplikasi www.mind42.com + google docs yang cloud computing banget.

Ternyata UT itu sendiri sudah menerapkan elearning dan mlearning, hal yang sama yang akan saya buat untuk proyek kantor yaitu e-LKS BCEP, nantinya akan ada versi m-LKS nya (bukannya meniru tetapi sudah ada rencana sebelum mencari info tentang UT ;p). UT juga menggunakan Moodle lho dan Moodle sudah digunakan di UT sejak tahun 2004 lalu, wowww.

Konsep pembelajaran jarak jauh UT sendiri menarik untuk diteliti lebih lanjut sudah sejauh mana keberhasilannya, sementara tampilan desain website2nya (website UT banyak subdomainnya) kurang bagus, sepertinya mereka lebih mementingkan isi konten untuk para mahasiswanya. Beberapa website UT menggunakan Moodle dan Joomla, senang sekali melihat open source dimanfaatkan dengan maksimal untuk pendidikan.

Btw dosen di UT sepertinya disebut Tutor karena tidak sering ketemuan secara tatap muka, tapi lewat email, chat, forum, conference. Kayaknya jadi dosen/tutor di UT juga menarik, soalnya ngajarnya bisa dari mana saja kali yaa hehe.

Ini beberapa website referensi:
http://www.ut.ac.id (website UT)
http://jakarta.ut.ac.id/index.php/program-s2-pascasarjana.html (info S2 UT di Jakarta)
http://www.dikti.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1091:ut-makin-berkualitas&catid=69:berita-terkait&Itemid=196
http://pangkalpinang.ut.ac.id/index.php/pengakuan-dunia-ut.html
http://alumnifatek.forumotion.com/tampilan-pada-portal-f1/tua-muda-berpadu-kuliah-di-ut-t346.htm
http://edukasi.kompas.com/read/2010/02/25/15373297 (yang ini beritanya sedikit miring)